Fenomena Tahun Baru

Tahun baru merupakan hari pertama dalam penanggalan yang dirayakan sebagai hari libur hampir di tiap negara. Orang Cina, Mesir, Yahudi, Romawi dan Islam memulai tahun baru dengan waktu yang berbeda.

Ribuan tahun yang lalu, orang Mesir merayakan tahun baru pada pertengahan bulan Juni, saat air sungai Nil pasang dan ditandai dengan munculnya bintang Sirius. Di negara-negara Eropa selama abad pertengahan, tahun baru dimulai tanggal 25 Maret. Sedangkan tahun baru Yahudi, Rosh Hasanah yang kadang disebut “Pesta Terompet” terjadi sekitar September atau Oktober.

Pada malam Cap Gomeh (malam ke-15) tepat jam 12 malam anggota keluarga saling memberikan ucapan selamat dengan cara melakukan soja yaitu kepalan tangan kiri menggenggam kepalan tangan kanan sambil berucap ”Sin chun kiong hi” (selamat atas musin semi yang baru). Mereka menutup toko agar dapat mengunjungi sanak keluarga dan tak lupa mengadakan kebaktian untuk para dewa dengan memasang hio. Anak-anak menerima Ang pao (amplop merah berisi uang) dari kakak, nenek, orang tua, bibi dan paman.


Menjelang berakhirnya tahun baru, mereka mengadakan lagi upacara penyembahan dengan memasang hio di meja abu. Kemudian ada acara lain berupa atraksi barongsay dan permainan Liong (naga), serta menggotong patung Taopekong sekeliling daerah itu. Patung itu dianggap jelmaan dewa yang diutus untuk mengabulkan setiap permohonan. Oleh karenanya para pemuda berebut untuk menggotong patung itu dengan harapan banyak rezeki dan cepat dapat jodoh.


Di Roma hari pertama tahun baru dimaksudkan untuk menghormati Janus, yang dianggap sebagai Dewa Gerbang dari Pintu-pintu yang menguasai Awal dan Akhir. Bulan Januari adalah nama lengkap Dewa ini.
Janus mempunyai dua muka di depan dan di belakang. Di hari pertama tahun baru ini, orang Roma melihat kembali apa yang telah terjadi selama setahun lewat dan merencanakan apa yang akan diperbuat untuk tahun depan.
Biasanya mereka saling memberikan hadiah dan banyak juga yang membawa hadiah kepada para penguasa dengan harapan selalu beruntung. Pada mulanya hadiah masih sederhana berupa ranting-ranting daun salam dan pohon palm. Tapi kemudian hadiah-hadiah yang diberikan menjadi lebih mahal.


Para senator Roma menerima bunga dan buah-buahan serta barang-barang indah dari orang-orang yang ingin dukungan. Kebiasaan ini dibawa dari Persia (Iran) oleh para pedagang Roma.
Orang Persia kuno yang merayakan tahun baru pada tanggal 21 Maret, biasanya memberikan hadiah berupa telur kepada teman mereka. Begitu telur itu menetas, tradisi ini mempunyai arti kurang lebih “membuka lembaran hidup yang baru.”


Ketika Roma invasi ke Inggris, mereka menemukan pendeta Druid merayakan tahun baru pada bulan Maret. Pendeta-pendeta memotong beberapa cabang mistletoe (semacam tanaman parasit) yang tumbuh di sekitar pohon Oak dan memberikannya kepada orang-orang sebagai jimat.


Orang-orang zaman dahulu mengikuti kebiasaan tahun baru orang Roma. Kemudian orang Inggris menjadikan kebiasaan membersihkan cerobong asap sebagai tradisi. Ini dimaksudkan untuk memberikan keberuntungan pada pemilik rumah sepanjang tahun yang akan datang.
Kebiasaan orang Roma memberikan hadiah kepada penguasa dihidupkan kembali oleh orang Inggris sekitar tahun 1200-an. Permata, sarung tangan dan hadiah lainnya dibawa kepada Raja atau Ratu Inggris. Ratu Elizabeth I (1533 – 1603) mengumpulkan beratus-ratus pasang bordiran mewah dan sarung tangan bertahta permata.


Orang Inggris mempunyai kebiasan lain di tahun baru. Para suami memberikan uang kepada istri mereka untuk membeli peniti yang cukup untuk sepanjang tahun. Kebiasaan ini hilang tahun 1800-an ketika mesin sudah dikembangkan untuk membuat peniti. Tapi kemudian istilah “uang peniti” masih tetap ada.
Tahun baru menjadi hari yang suci di gereja kristen pada tahun 487 SM, ketika gereja mengumumkan The Feast of Circumcision (pesta penyunatan).


Mulanya pesta-pesta tidak diperbolehkan pada hari ini karena merupakan tradisi pagan (penyembah berhala). Tapi ketika gereja kehilangan pamor untuk menarik para pengikut, pesta-pesta diperbolehkan lagi.
Tanggal 1 Januari menjadi biasa dikenal sebagai tahun baru, sejak tahun 1500-an, ketika kalender Masehi mulai diperkenalkan. Sejak itu pesta pora makin menggebrak. Malam tahun baru menjadi malam berfoya-foya. Orang-orang Amerika merayakan tahun baru dengan pergi ke tempat-tempat hiburan lainnya.


Sebagai negara yang maju dan terdukung media massa yang hebat, kebiasaan itu diikuti oleh negara-negara lain yang ingin dianggap “maju”.
Jelas sudah, tradisi merayakan tahun baru bukan dari tradisi Islam. Saat orang menanti pukul 12 tepat di malam tahun baru, merupakan tradisi orang-orang Cina yang Dewanya Taopekong. Tukar kado di malam tahun baru merupakan tradisi dari Persia yang dahulu menyembah api. Perayaan-perayaan meriah diadopsi orang-orang kristen dari penyembah berhala. Tiup terompet diilhami oleh Rosh hasanah, tahun barunya orang Yahudi.


Tapi hura-hura tahun baru mengimbas negara-negara Islam yang tidak adanya hubungannya dengan tradisi Jahiliyah. Orang Islam makin terbiasa dengan tata cara orang Yahudi dan Nasrani, dan perlahan mulai melupakan tahun barunya sendiri yang jatuh tiap tanggal 1 Muharram.
Ketika itu di tahun 660 M, Abu Musa al Anshary (Gubernur Basrah) menulis surat kepada khalifah Umar di Madinah dan mengatakan bahwa khalifah menulis surat tanpa tanggal, yang tentu menjadi merepotkan untuk melaksanakan suatu perintah.


Orang-orang Arab waktu itu hanya mengenal perhitungan hari dalam bulan-bulan tertentu, petunjuk tahunnya dikaitkan dengan peristiwa penting dan besar, misalnya tahun Gajah.
Khalifah Umar berinisiatif untuk membuat sistem penanggalan tahunan. Para sahabat ada yang mengusulkan tahun Islam baiknya dimulai sejak nabi lahir.
Tapi usul itu sulit dilaksanakan karena rentang waktunya sudah cukup lama, sekitar 80 tahun. Kemudian Ali bin Abi Thalib mengusulkan agar memulai penanggalan Islam sejak hijrah saja, karena itulah momentum perjuangan Rasulullah yang sesunggunya, berhasil mendirikan tatanan masyarakat dan negara yang Islami.


Usul itu diterima, sehingga tahun hijrah ditetapkan sebagai penanggalan Islam. Namun demikian tidak ada tradisi menyambut tahun baru dengan pesta pora. Umat Islam mempunyai hari-hari raya yang jelas sanadnya dan memang diperbolehkan untuk bergembira (misalnya pada hari Raya Ied) walaupun tetap tak boleh berlebihan.


Sumber :
Ensiklopedi Nasional Indonesia, Jilid 16, PT Cipta Adi Pustaka, Jakarta 1991
The World Book Encyclopedia, volume 13 by Enterprises Education Corporation, 1963
Compton’s Pictured and Fact Index by FE. Compton and Co. 1963



Artikel Terkait

Tidak ada komentar:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...